Sabtu, 28 November 2015

Freedom Writers

Film                 : Freedom Writers
Sutradara       : Richard LaGravenese
Genre              : Drama
Durasi             : 122 menit

“Tidak masalah apa ras kita, apa latar belakang etnis, orientasi seksual, atau apa pandangan yang kita punya, kita semua manusia. Sayangnya, tidak semua manusia melihat seperti itu.”- Erin Gruwell, The Freedom Writers Diary.

Oleh: Ibadurrahman*

Film yang diangkat dari kisah nyata perjuangan seorang guru yang mengajar pada sebuah sekolah bernama Woodrom Wilson di New Port Beach, Amerika Serikat. Film ini berasal dari kumpulan catatan harian para murid yang berhasil dibukukan dan dipublikasikan pada tahun 1999 dengan judul The Freedom Writers Diary. Hillary Swank yang berperan sebagai Erin Gruwell adalah seorang guru bahasa Inggris yang berjuang meruntuhkan tembok-tembok rasisme pada anak-anak korban perkelahian antar kelompok ras.

Hari pertama Erin mengajar di sekolah itu, ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Di dalam kelas mereka duduk berdasarkan kelompok ras masing-masing, yang kemudian memicu rasa sentimen dan perkelahian akhirnya terjadi. Mereka berkelahi karena perbedaan ras, kebanggaan, wilayah, dan rasa hormat. Tidak ada semangat dan niat sama sekali dari murid-murid untuk belajar, juga tak ada rasa hormat sedikitpun kepada Erin sebagai guru. Pada dasarnya, mereka memang membenci ras kaukasoid atau berkulit putih sebagaimana Erin.

Berbagai usaha telah Erin lakukan untuk mempersatukan perbedaan ras di antara mereka. Suatu ketika Erin memberikan buku jurnal harian kepada setiap murid. Erin meminta untuk menuliskan apa saja yang mereka inginkan, rasakan, alami ataupun menceritakan masa lalu mereka. Satu per satu mereka mulai menuliskan kisahnya di buku harian tersebut, kemudian dari situlah Erin perlahan mengetahui latar belakang keluarga dan cerita masa lalu mereka. Sikap kasar dan perilaku buruk para murid terjadi karena kehidupan masa kecil mereka yang keras. Tidak sedikit teman-teman dari para murid itu menjadi korban penembakan oleh anggota geng dari ras berbeda dan ada pula yang ayahnya ditangkap oleh polisi kulit putih padahal tidak pernah melakukan salah sedikitpun. Diskriminasi ras tidak bisa dihindarkan.

Erin juga memberikan buku catatan harian Anne Frank kepada para muridnya. Anne Frank adalah seorang anak Yahudi yang hidup di zaman Hitler. Setelah itu, dia memberi tugas untuk menulis surat kepada Miep Gies, wanita yang menolong Anne Frank. Namun, para murid meminta Erin secara langsung mendatangkannya untuk menjadi pembicara. Biaya yang mahal membuat mereka harus mendapatkan uang dalam jumlah banyak. Mereka mengumpulkan uang dengan berjualan makanan dan mengadakan kontes tari hingga akhirnya berhasil mendatangkannya. Miep Gies menceritakan kepada murid-murid tentang peristiwa yang terjadi karena rasisme.

Sebagai guru, Erin telah mengorbankan banyak hal. Mulai dari waktu, keuangan, perasaan, hingga keluarganya. Masalah dari orang-orang sekitarnya juga datang silih berganti. Seperti konflik batin dengan guru-guru di sekolah, ayahnya sendiri, hingga hubungan dengan suaminya yang berakhir perceraian. Berbagai metode pembelajaran dan pendekatan kepada murid-murid juga telah dia lakukan. Namun semua pengorbanannya bukanlah tanpa hasil. Anak-anak didiknya mulai berubah. Hidup mereka jauh lebih baik dan teratur. Kini mereka mampu menghormati dan menghargai Erin sebagai guru. Erin juga telah berhasil membawa mereka keluar dari belenggu hitam masa lalu. Dia berhasil memberi pemahaman akan pentingnya sebuah pendidikan. Erin sukses menyadarkan bahwa masa depan mereka akan jauh lebih cerah dari masa lalu yang kelam karena kekerasan dan pertikaian. Ayahnya yang awalnya tidak setuju kini sangat mendukung dan memuji Erin sebagai guru yang luar biasa.

Diskriminasi ras yang begitu kental telah berevolusi menjadi tali persaudaraan yang erat. Tembok-tembok rasisme yang kokoh berhasil diruntuhkan. Murid-murid yang sebelumnya saling membenci dan menyimpan rasa dendam antar kelompok, kini akrab seakan tidak pernah terjadi permusuhuan diantara mereka.

Freedom Writers mengajarkan bahwa perbedaan ras dan etnis seharusnya bukan dijadikan alasan untuk permusuhan dan jurang pemisah antar sesama. Rasisme hanya menimbulkan masalah-masalah sosial dan membuat kehidupan tidak harmonis. Toleransi harus diutamakan agar tercipta kedamaian. Perlu disadari bahwa seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, rasisme tidak relevan lagi karena yang dibutuhkan untuk membangun suatu bangsa adalah pedidikan, bukan warna kulit atau latar belakang ras. Diharapkan dengan kesadaran tentang rasisme, masyarakat bisa menghargai satu sama lain.

Salah satu hal yang paling membanggakan dari murid-murid Erin adalah mereka mampu menjadi 
orang pertama dalam keluarga yang dapat lulus sekolah menengah atas dan melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Mengikuti jejak beberapa siswanya, Erin meninggalkan sekolah Wilson guna mengajar di Universitas Negeri California. Dia bersama para murid yang sekaligus adalah penulis, mendirikan yayasan Freedom Writers. Erin Gruwell memiliki sesuatu untuk disampaikan kepada orang-orang, “Bahwa kami bukan sekedar anak-anak lagi di ruang kelas. Kami penulis dengan suara kami sendiri, cerita kami sendiri”.

Film ini mengandung pesan moral yang baik dan dapat menginspirasi bagi para penonton. Pemain dari Freedom Writers juga mendalami peran mereka masing-masing dengan baik. Sehingga membuat film menjadi lebih hidup dan menarik penonton masuk ke dalam cerita. Sayangnya, film ini memiliki alur yang cenderung datar dan menampilkan beberapa adegan kekerasan disertai kata-kata yang kurang pantas. Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, Freedom Writers termasuk film yang sangat disarankan untuk ditonton. Selain karena diangkat dari sebuah kisah nyata, film ini juga memberikan banyak pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar